
Judul : Jalan Cinta Para Pejuang
Penulis : Salim A. Fillah
Penerbit:
Pro-U Media
Tebal
Buku: 339 Halaman
Menurut
Erich Fromm dalam Men for Himself, cinta
adalah ungkapan kemesraan antara dua insan dalam keadaan saling menjaga integritas
sahabatnya. Namun Abraham Maslow melalui teori psikologinya mengritik pendapat
Erich Fromm. Menurut Maslow, hubungan cinta yang digambarkan oleh Fromm
menjadikannya semacam tugas atau beban. Cinta seharusnya tidak mengabaikan
kegembiraan, keceriaan, kesenangan, perasaan sejahtera dan nikmat. Jika kita
menengok ilmu kimia, pleasure feeling yang
kita rasakan dalam cinta adalah ulah hormone dopamine.
Cinta
berjalan di hadapan kita
Dengan
mengenakan gaun kelembutan
Tetapi
sebagian kita lari darinya dalam ketakutan, atau bersembunyi dalam kegelapan
Dan
sebagain yang lain mengikutinya untuk melakukan kejahatan atas nama cinta
(Kahlil
Gibran)
Buku
Jalan Cinta Para Pejuang adalah buku kelima Ust. Salim A. Fillah setelah buku
beliau yang terbit sebelumnya: Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan, Agar
Bidadari Cemburu Padamu, Bahagianya Merayakan Cinta, dan Saksikan Bahwa Aku
Seorang Muslim. Sesuai judulnya, buku ini membahas secara mendalam tentang
cinta dalam pandangan seorang muslim. Tentu tidak sama orang yang merasakan
cinta berdasarkan agama dengan orang yang merasakan cinta atas dasar rasa
semata.
Sebagai
tauladan dari sebaik-baik generasi, kita mendapati Umar bin Khattab yang
berkata, “Ya Rasulullah, aku mencintaimu seperti kucintai diriku sendiri.” Kemudian
kalimat itu disambut senyum oleh Rasulullah, “Tidak, wahai Umar. Engkau harus
mencintaiku melebihi cintamu pada diri sendiri dan keluargamu.” Lalu apa reaksi
Umar terhadap permintaan Rasulullah?
“Ya
Rasulullah, mulai saat ini engkau lebih kucintai daripada apapun di dunia ini.”
Semudah itu, sesederhana itu seorang Umar yag terkenal sebagai “preman”, orang
dengan karakter kuat dan disegani, seorang yang dijuluki sebagai singa padang
pasir, mengubah haluan cintanya. Bagaimana cintanya pada diri sendiri bisa
begitu mudah digeser, disampingkan demi cinta kepada sang Nabi? Tentu tidak
mudah. Apalagi cinta menuntuk konsekwensi tersendiri. Tapi begitulah Umar, juga
para salafus shalih, yang behasil menjadikan cinta sebagai kata kerja. Mengubah
haluan cinta hanya seperti menata ulang kerja dan amal dalam mencintai. Umar
tidak perlu rumit menata rasa dalam hati, yang perlu dilakukannya adalah
menjadikan hati sebagai makmum bagi kinerja cinta yang dilakukan oleh amal
shalihnya.
Bagi
saya, ini buku yang luar biasa, mengupas begitu detail tentang rapuhnya cinta
yang didasarkan hanya pada rasa hati. Sekaligus membangun pondasi yang benar
dimana seharusnya cinta diletakkan dan dibangun hingga megah dan tampak
mempesona. Cinta keppada Allah, RasulNya, dan jihad, melampaui batas-batas
perasaan suka dan tidak suka. Buku ini megejewantahkan bagaimana “rasa cinta”
diubah menjadi “kerja cinta”.
Mau
tidak mau, pembaca sedikit “dipaksa” untuk berkelana menjelajahi batas ruang
dan waktu untuk memahami konsep cinta secara utuh. Hal ini kadang membuat lupa
pembahasan bagian sebelumnya, namun tetap menarik untuk mengikuti setiap bagian
petualangan literasi cinta. Gaya Bahasa Ust. Salim A. Fillah yang khas dan
cenderung puitis menambah daya Tarik tersendiri untuk menelusuri setiap kata
yang tertuang.
Sebagai
penutup, saya tidak bisa menceritakan lebih lengkap tentang isi buku ini, bukan
hanya karena keterbatasan ruang untuk menceritakannya, tapi pengalaman membaca
setiap orang akan membawa kesan istimewa yang berbeda pad asetiap pribadi. Setidaknya,
semoga sedikit gambaran diatas dapat mengusik rasa ingin tahu anda untuk ikut
menjelajah dunia cinta, di jalan cinta para pejuang.
(Sakifah Ismail)
Sumber gambar : https://www.static-src.com/wcsstore/Indraprastha/images/catalog/full//912/pro-u-media_pro-u-media-jalan-cinta-para-pejuang_full02.jp
#onedayonepost #resensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar